This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 17 November 2009

Mengapa Peternakan Salah Satu Penghasil Emisi GRK Terbesar?

Dalam laporan PBB (FAO) yang berjudul Livestock's Long Shadow, menyatakan bahwa industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar yaitu 18%, jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia yang hanya 13%. 
Emisi gas rumah kaca industri peternakan menyumbang 9 % karbon dioksida, 37 % gas metana yang efek pemanasannya 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam 20 tahun dan 23 kali dalam 100 tahun), 65 % dinitrogen oksida (efek pemanasan 296 kali lebih kuat dari CO2), serta 64 % amonia yang menjadi penyebab hujan asam. 
Peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan tanah kering di Bumi dan 33% dari area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak. 
Peternakan juga menjadi penyebab dari 80% penggundulan Hutan Amazon karena dialih-fungsikan menjadi ladang ternak.
Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85% dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.
Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, industri ternak juga tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging. Untuk memproduksi 1 kg daging menghasilkan emisi CO2 sebanyak 36,4 kg. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum. Akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi.
Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daging daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!
Sumbangan sektor peternakan terhadap peningkatan gas rumah kaca menurut FAO, yaitu:
Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
 Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya
 Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misalnya pada diesel atau LPG)
 Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan
 Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu diketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak
 Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya

Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan
 Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya
 Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya

Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen
 Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun
 Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun

Dari uraian di atas dapat dilihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20 tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.
Tahun lalu, penyelidik dari Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, Gidon Eshel dan Pamela Martin, juga menyingkap hubungan antara produksi makanan dan masalah lingkungan. Mereka mengukur jumlah gas rumah kaca yang disebabkan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur, serta membandingkan jumlah tersebut dengan seorang yang berdiet vegetarian.
Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ekstra per orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2.

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

GLOBAL WARMING

”STOP GLOBAL WARMING, SAVE OUR PLANET”


Pasti kalian semua akhir-akhir ini sering mengeluh, ”Aduh, cuacanya sangat panas!”. Kalian tidak salah karena data-data yang ada menunjukkan bahwa bumi kita terus mengalami peningkatan suhu. Selain cuaca yang semakin panas, bencana alam dan fenomena-fenomena alam yang tidak terkendali juga makin sering terjadi. Sadarilah bahwa bumi kita sedang mengalami proses kerusakan. Hal ini terkait langsung dengan global warming.

Apa itu Global Warming dan mengapa bisa terjadi??
Pemanasan global atau Global warming adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan di bumi. Menurut para ahli meteorologi, selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat dari 15oC menjadi 15.6oC. Hasil pengukuran yang lebih akurat oleh stasiun meteorologi dan juga data pengukuran satelit sejak tahun 1957, menunjukkan bahwa sepuluh tahun terhangat terjadi setelah tahun 1980, tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990. Secara kuantitatif nilai perubahan temperatur rata-rata bumi ini kecil tetapi dampaknya sangat luar biasa terhadap lingkungan. 
Awal mula pemanasan global yaitu bermula dari Revolusi Industri pada akhir abad ke-18.
Revolusi Industri adalah perubahan pola produksi yang dulu menggunakan tenaga manusia (pekerja) menjadi menggunakan mesin dan teknologi (industri). Tujuan dari Revolusi Industri ini adalah untuk mencapai keuntungan yang lebih besar, karena penggunaan mesin dianggap lebih efisien dari pada menggunakan tenaga manusia. Sejak saat itu juga bahan bakar fosil mulai digunakan secara intensif.
Misalnya, untuk membajak sawah sebelum Revolusi Industri menggunakan sapi atau kerbau, setelah Revolusi Industri mulai menggunakan traktor.
Tetapi dibalik kemajuan yang diimpikan melalui Revolusi Industri ada masalah baru yang akan timbul, yaitu pemanasan global, karena setiap mesin yang digunakan akan menghasilkan gas buangan (karbon) dari hasil pembakaran yang menimbulkan polusi (emisi gas rumah kaca). Karbon yang menggantung di atmosfer akan tetap bertahan selama 100 tahun. Revolusi industri itulah yang mengakibatkan munculnya berbagai negara-negara maju di dunia pada saat ini.
Jadi, pemanasan global terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca dan manusia kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.
Selama ini mungkin banyak salah persepsi mengenai efek rumah kaca. Banyak orang yang mengira bahwa efek rumah kaca disebabkan oleh bangunan yang menggunakan banyak kaca, sehingga cahaya matahari terpantul dan melubangi atmosfer, namun bukan seperti itulah efek rumah kaca yang sebenarnya.
Efek rumah kaca berarti efek yang ditimbulkan oleh rumah kaca. Sebenarnya istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang atau negara yang memiliki empat musim. Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Dalam hal ini bumi dianalogikan sebagai rumah kaca dan kacanya adalah gas-gas yang mempunyai sifat seperti rumah kaca. 

Apa itu GRK??
Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “Gas Rumah Kaca“. Disebut GRK karena sistem kerja gas-gas tersebut mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang cukup.
Pada dasarnya, bumi kita membutuhkan gas-gas tersebut untuk menjaga kehidupan di dalamnya. Tanpa keberadaan GRK, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali.
Macam-macam gas rumah kaca:
 Uap air, uap air ini dapat menjadi sebuah ‘lingkaran setan’, karena dengan semakin meningkatnya suhu bumi, maka air (laut, danau, dll) akan semakin banyak yang menguap dan menambah jumlah uap air di atmosfer, dengan kondisi demikian suhu bumi pun akan semakin meningkat, karena uap air juga merupakan gas rumah kaca.
 Karbon dioksida (CO2), gas CO2 adalah faktor kedua terbesar penyebab pemanasan global. Tetapi, inilah faktor yang paling mungkin untuk kita kendalikan dalam rangka mengendalikan pemanasan global, karena sebagian besar gas CO2 diproduksi dengan kesadaran kita sendiri (pembakaran, industri, dll), berbeda dengan uap air yang menguap dengan sendirinya.
 Metan, merupakan insulator (zat penyerap, tidak menghantarkan, isolator) yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi (penambangan, pengeboran) dan transportasi (pengolahan) batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Gas ini efeknya lebih parah daripada CO2, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding CO2, sehingga dampaknya tidak sebesar CO2.
 Nitrogen oksida, adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.
 Klorofluorokarbon (CFC), gas ini dihasilkan oleh pendingin-pendingin yang menggunakan freon, seperti kulkas, AC, dll. Gas ini selain mampu menahan panas juga mampu mengurangi lapisan ozon, yang berguna untuk menahan sinar ultraviolet masuk ke dalam bumi. 
 Karbon monoksida (CO), gas ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Asap yang keluar dari kendaraan bermotor itulah mengandung gas CO yang juga termasuk gas rumah kaca.

Penghasil terbesar dari global warming ini adalah negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dan lain-lain yang berada di belahan bumi utara. Global warming ini dapat terjadi karena pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negara-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan yang kebanyakan adalah negara berkembang. Meskipun kontribusinya pada global warming tidak setinggi Negara-negara industri, negara-negara berkembang juga ikut menghasilkan karbon dioksida dengan meningkatnya industri-industri dan perusahaan tambang (dengan bahan migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil). Selain itu Negara seperti Indonesia juga ikut mempunyai andil dalam global warming ini karena menyumbangkan kerusakan hutan yang tercatat dalam rekor dunia Guinnes Record of Book sebagai negara yang paling cepat dalam merusak hutannya. Padahal selama ini sudah diketahui bahwa hutan tropis merupakan paru-paru dari bumi dan menyerap paling banyak karbon di udara. Bahkan dari data panel ahli untuk perubahan iklim (IPCC) menempatkan Indonesia pada posisi tiga besar negara dengan emisi terbesar di bawah Amerika Serikat dan China, hal ini disebabkan oleh asap yang ditimbulkan dari kebakaran lahan dan hutan di Indonesia.

Dampak Global Warming :
 Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[29]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

 Peningkatan Permukaan Laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

 Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

 Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

 Perubahan cuaca dan lautan 
Hal ini dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

 Pergeseran ekosistem 
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)

 Gradasi Lingkungan
Ini disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

Bagaimana Meminimalisir Dampak Global Warming??
Kita dapat meminimalisir dampak global warming dengan dimulai dari hal-hal yang sederhana, antara lain :
 Mengurangi konsumsi daging 
 Mengurangi konsumsi makanan siap saji
 Membeli produk-produk lokal seperti produk langsung dari petani. 
 Membeli produk yang masih segar. Jangan membiasakan membeli produk yang sudah diawetkan.
 Mengatur penggunaan alat elektronik menggunakan fasilitas timer, seperti untuk AC, microwave, oven, magic jar, dan lain sebagainya.
 Menggunakan aliran listrik seperlunya, jika memang penggunaan listrik sudah tidak diperlukan lagi lebih segera dimatikan. Meski listrik tidak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan bakar fosil penyumbang besar emisi.
 Mengganti bola lampu menjadi berjenis CFL dan disesuaikan dengan daya listrik. Pemakaian bola lampu berjenis ini dapat menghemat penggunaan listrik.
 Membersihkan bola lampu, karena debu bisa mengurangi tingkat pencahayaan hingga 5%.
 Jika terpaksa memakai pendingin ruangan atau AC (Air Conditioner). Sebelumnya pastikan pintu dan jendela dalam keadaan tertutup pada saat pendingin ruangan dinyalakan.
 Menanam pohon atau tanaman di sekitar lingkungan.
 Mengeringkan pakaian di luar rumah agar terkena hembusan angin dan panas matahari, karena itu lebih baik daripada menggunakan mesin pengering yang dapat mengeluarkan emisi karbon dalam jumlah yang cukup banyak.
 Membiasakan jalan kaki bila jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh.
 Pergunakan kendaraan umum untuk mengurangi polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan-kendaraan bermotor.
 Menghemat penggunaan kertas, karena proses pembuatan kertas membutuhkan biaya yang cukup besar. Selain itu, bahan dasar kertas berasal dari kayu yang dimiliki oleh pepohonan.
 Hindari penggunaan plastik. Hampir semua sampah-sampah yang berasal dari plastik menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Karena plastik tidak dapat diuraikan secara alami. Bila terpaksa mengunakan plastik, maka kita dapat mengumpulkannya dan mendaur ulang kembali sampah-sampah plastik yang telah dikumpulkan.

Beberapa Istilah Yang Terkait Dalam Global Warming :
GRK = Gas Rumah Kaca
ERK = Efek Rumah Kaca
GHG = GreenHouse Gas
GHE = GreenHouse Effect
COP = Conference of the Parties (Konferensi para pihak)
IPCC = Intergovernmental Panel on Climate Change
EcoMobility = Kendaraan ramah lingkungan
REDD = Reducing Emission from Deforestation in Development countries
UNFCCC = United Nations Framework Convention on Climate Change (Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim)





Kamis, 05 November 2009

PROFIL KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

A. SEJARAH KABUPATEN LANGKAT
Kabupaten Langkat yang dikenal sekarang ini mempunyai sejarah yang cukup panjang. Kabupaten Langkat sebelumnya adalah sebuah kerajaan di mana wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu, namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua sungai tersebut masing-masing bermuara di Kuala langkat dan Tapak Kuda. 
Adapun kata “Langkat” yang kemudian menjadi nama daerah ini berasal dari nama sejenis pohon yang dikenal oleh penduduk Melayu setempat dengan sebutan “pohon langkat”. Dahulu kala pohon langkat banyak tumbuh di sekitar Sungai Langkat tersebut. Jenis pohon ini sekarang sudah langka dan hanya dijumpai di hutan-hutan pedalaman daerah Langkat. Pohon ini menyerupai pohon langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan Langkat berada di sekitar Sungai Langkat, maka kerajaan ini akhirnya populer dengan nama Kerajaan Langkat. 
Tentang asal mula Kerajaan Langkat berdasarkan tambo Langkat mengatakan bahwa nama leluhur dinasti Langkat yang terjauh diketahui ialah Dewa Syahdan yang hidup kira-kira tahun 1500 sampai 1580. 
Dewa syahdan digantikan oleh puteranya, Dewa Sakti yang memerintah kira-kira tahun 1580 sampai 1612. Dewa Sakti selanjutnya digantikan oleh Sultan Abdullah yang lebih dikenal dengan nama Marhum Guri. Selanjutnya tambo Langkat mengatakan bahwa yang menggantikan Marhum Guri adalah puteranya Raja Kahar (± 1673). 
Raja Kahar adalah pendiri Kerajaan Langkat dan berzetel di Kota Dalam, daerah antara Stabat dengan Kampung Inai kira-kira pertengahan abad ke-18. Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Melalui seminar yang berlangsung di Stabat, pada tanggal 20 Juli 1994 atas kerjasama Tim Pemkab Langkat dengan sejumlah pakar dari jurusan sejarah Fakultas Sastra USU, maka dapat menentukan Hari Jadi Kabupaten Langkat yaitu 17 Januari 1750. 
Perkembangan selanjutnya Kota Binjai pernah jadi Ibukota Kabupaten Langkat hingga pada saat ini Kabupaten Langkat beribukota Stabat, dan berdasarkan Perda Nomor 11 tahun 1995 telah ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Langkat 17 Januari 1750, dengan Motto : ”Bersatu Sekata Berpadu Berjaya”.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Jarak rata-ratanya dari Kota Medan sekitar 60 km ke arah barat laut, dan berbatasan langsung dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Kabupaten Langkat beribukota di Stabat. Wilayah Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan yang tersebar di dalam 3 wilayah yaitu Wilayah I Langkat Hulu*, Wilayah II Langkat Hilir dan Wilayah III Teluk Haru*. 
Kecamatan-kecamatan yang terdapat di Kabupaten Langkat : 
I. Wilayah Langkat Hulu, meliputi :
1. Kuala 
2. Sei Bingai 
3. Salapian 
4. Bahorok 
5. Serapit 
6. Kutambaru 
7. Selesai 
8. Binjai 
II. Wilayah Langkat Hilir, meliputi :
1. Stabat 
2. Wampu 
3. Secanggang 
4. Hinai 
5. Padang Tualang 
6. Batang Serangan 
7. Sawit Seberang 
8. Tanjung Pura 
III. Wilayah III Teluk Haru, meliputi : 
1. Babalan 
2. Gebang 
3. Brandan Barat 
4. Sei Lepan 
5. Pangkalan Susu 
6. Besitang 
7. Pematang Jaya 

* : 7 Kecamatan dalam wilayah ini dalam tahap pemekaran dan akan menjadi Kabupaten baru yang terpisah dengan Kabupaten Langkat, kecuali Kecamatan Binjai.

B. KEADAAN UMUM KABUPATEN LANGKAT
1. Letak Astronomis
Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14’ - 4°13’ LU dan 97°52’ - 98°45’ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 
o Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD) 
o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo 
o Sebelah barat berbatasan dengan Prop. NAD dan Tanah Alas 
o Sebeleh timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai.
Luas keseluruhan Kabupaten Langkat adalah 6,263.29 km² atau 626.329 Ha.

2. TOPOGRAFI 
Topografi wilayah Kabupaten Langkat dapat digolongkan atas tiga bagian, yaitu :
a. Wilayah pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 m di atas permukaan laut.
b. Wilayah dataran rendah dengan ketinggian 4 – 30 m di atas permukaan laut.
c. Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 30 – 1.200 m di atas permukaan laut.
Keadaan kelerengan di daerah ini didominasi kelerengan 0 – 2 % sebesar 59,40 % dari luas Kabupaten Langkat. Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 – 40 % sebesar 6,8 % dari luas lahan.
Daerah ini dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui kecamatan dan desa-desa, diantara sungai-sungai tersebut adalah : Sungai Wampu, Sungai Batang Serangan, Sungai Lepan, Sungai Besitang dan lain-lain. Secara umum sungai-sungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan dan lain-lain.

3. IKLIM
Iklim di wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator iklim sebagai berikut : 
- Musim Kemarau : Februari s/d Agustus 
- Musim Hujan : September s/d Januari 
- Curah hujan rata-rata 2000-3500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per bulan adalah 142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan. Rata-rata curah hujan per bulan adalah 142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hu-jan 10 hari per bulan.
- Suhu rata-rata 280 - 300.

4. JENIS TANAH
Berbagai jenis tanah yang terdapat di daerah ini yaitu :
- Sepanjang pantai terdiri dari jenis tanah alluvial, yang sesuai untuk jenis tanaman pertanian pangan. 
- Dataran rendah dengan jenis tanah glei humus rendah, Hydromofil kelabu dan plarosal. 
- Dataran tinggi jenis tanah podsolid berwarna merah kuning.

5. PENGGUNAAN LAHAN
Wilayah kabupaten Langkat digunakan untuk:
- Kawasan hutan lindung seluas ± 266.232 Ha (42,51 %) dan kawasan lahan budidaya seluas ± 360.097 Ha (57,49 %). 
- Kawasan hutan lindung terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas ± 213.985 Ha. 
- Kawasan Timur Laut seluas ± 9.520 Ha. 
- Kawasan Penyangga seluas ± 7.600 Ha. 
- Kawasan Hutan Bakau seluas ± 20.200 Ha dan kawasan lainnya ±14.927 Ha.

6. PENDUDUK
Jumlah penduduk di Kabupaten Langkat sekitar 1 juta jiwa lebih. Jumlah penduduk paling besar adalah di Kecamatan Stabat. Penduduk asli Kabupaten Langkat adalah Suku Melayu sedangkan Suku Pendatang ialah Jawa, Karo, Batak (Toba & Simalungun), Mandailing, Minang, Aceh, Tionghoa, Tamil dan lain-lain. Walaupun merupakan Suku Pendatang, Suku Jawa merupakan Suku Mayoritas di Kabupaten Langkat.

Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kabupaten Langkat Tahun 2006
No Penduduk Jumlah
1
2 Pria
Wanita 282,135 jiwa
268,343 jiwa
 Jumlah 550,478 jiwa
 Kepadatan Penduduk 83.00 per km2

Mata pencarian utama penduduk Kabupaten Langkat adalah sebagai petani dan nelayan. Hasil utama pertanian dan perkebunan yang utama di Kabupaten Langkat adalah padi, jagung, kelapa, karet dan kelapa sawit. 

C. POTENSI KABUPATEN LANGKAT
1. PERKEBUNAN





 Kelapa sawit Kakao

   
 Karet Tebu

  Kabupaten Langkat sangat potensial dalam sektor perkebunan. Komoditi utama nasional dari kabupaten ini yaitu kelapa sawit, kakao, karet dan tebu. Sedangkan komoditi unggulan daerahnya adalah kopi dan kelapa.

Tabel Komoditi Kabupaten Langkat pada Tahun 2006
No Sektor/Komoditi Unggulan/Tidak Hasil (Ton)
1
2
3
4
5
6
7
8 Perkebunan kelapa sawit
Perkebunan kakao
Perkebunan karet
Perkebunan tebu
Perkebunan kopi
Perkebunan kelapa
Perkebunan nilam
Perkebunan tembakau Unggulan
Unggulan
Unggulan
Unggulan
Unggulan
Unggulan
Non Unggulan
Non Unggulan 117,211.00
7,625.00
54,649.00
17,078.00
147.00
3,370.00
1.00
50.00
Sumber Data: 
Statistik Perkebunan Indonesia 2006-2008
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta 2007
Komp Deptan Gedung C Lt-III Ruang.307 
Jl. Harsono R.M No. 3 Ps Minggu Jakarta Selatan 12550

Tabel Ketersediaan Lahan Perkebunan
di Kabupaten Langkat Tahun 2006
No Sektor/Komoditi Luas Lahan (Ha)
1
2
3
4
5
6
7
8 Kakao
Karet
Kelapa
Kelapa sawit
Kopi
Nilam
Tebu
Tembakau 6,769
47,228
3,6893,689
41,181
221
83
5,026
149
Sumber Data: 
Statistik Perkebunan Indonesia 2006-2008
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta 2007
Komp Deptan Gedung C Lt-III Ruang.307 
Jl. Harsono R.M No. 3 Ps Minggu 
Jakarta Selatan 12550

2. BUAH-BUAHAN
Buah-buahan utama dari kabupaten Langkat, yaitu :
a. Rambutan
Rambutan yang merupakan primadona Langkat dan sudah dikenal sampai ke berbagai propinsi. Buah rambutan Langkat telah menjadi komoditas spesifik Langkat. Luas pertanaman 4.702 Ha dengan produksi 16.591,04 ton. Pola produksi ini menyebabkan harga komoditi ini sangat fluktuatif, sehingga perlu dibuat suatu industri pengolahan buah untuk memproses pada saat produksi puncak tercapai. Buah rambutan berkembang di kecamatan Stabat, Pkl Susu, Pkl Brandan, Selesai, Selapian, Bahorok, Sei Bingei, Kuala.
b. Durian
Durian sebagai salah satu buah unggulan Langkat dengan luas areal 850 Ha dan berproduksi 3.627 ton yang berada di Bahorok, Selapian, Sei Bingei, Padang Tualang, Brandan Barat, Pangkalan Susu, Hinai, Gebang dan Selesai. Melinjo di Kecamatan Hinai, Wampu, Selesai, Brandan Barat, Kuala, Stabat, Padang Tualang.
c. Jeruk manis
Jeruk manis merupakan buah utama di Langkat dengan luas area pertanaman 4.977 Ha dan berproduksi 34.901 ton di Kecamatan Padang Tualang, Besitang, Bahorok. 

Dengan melimpahnya bahan baku buah-buahan serta seiring dengan makin meningkatnya konsumsi buah-buahan maka di masa yang akan datang Kabupaten Langkat memiliki peluang relatif besar bagi pengembangan agroindustri buah-buahan seperti pengalengan buah, pembuatan kripik buah dan pembuatan sirup atau juice buah.

3. PARIWISATA
Objek wisata yang ada di Kabupaten Langkat sangat menjanjikan untuk dijadikan sebagai tempat rekreasi, hiburan, menambah pengetahuan, maupun ziarah (wisata religi). Banyaknya ragam objek wisata yang ada di wilayah ini, tentunya memberikan banyak pilihan kepada wisatawan. Apalagi objek-objek wisata yang tersebar di Kabupaten Langkat tersebut ditunjang oleh sarana transportasi dan akomodasi yang memadai, sehingga wisatawan benar-benar dapat bersantai tanpa khawatir kekurangan fasilitas penunjang pariwisata.
Kabupaten Langkat memiliki potensi wisata alam yang relatif besar. Potensi wisata alam tersebut menyangkut beberapa potensi obyek yaitu air terjun pemandian sungai arung jeram, tracking hutan, gua alam (seperti kawasan bukit Lawang, Gua Batu Rizal, Tangkahan dan wisata bahari (seperti Tanjung Apek Kuala Serapuh dan Tanjung Kerang).
Objek wisata yang terkenal di Kabupaten Langkat ialah Bukit Lawang, Pantai Tapak Kuda, Jaring Halus, Mesjid Azizi, dan masih banyak lagi. Untuk ajang ber-arung jeram, sungai-sungai yang ada di Kabupaten Langkat dapat menjadi pilihan. Misalnya Sungai Batang Serangan dan Hulu Sungai Wampu yang melintasi Kota Stabat.
Salah satu objek wisata yang terkenal yaitu wisata Bukit Lawang. Taman Bukit Lawang terletak di kaki Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan udara sejuk oleh hujan tropis, di bukit Lawang ini terdapat lokasi rehabilitasi orang hutan (mawas) yang dikelola oleh WNF Taman Nasional gunung Leuser merupakan asset Nasional terdapat berbagai satwa yang dilindungi seperti: Badak Sumatera, Rusa, Kijang, Burung Kuau, siamang juga terdapat tidak kurang dari 320 jenis burung, 176 binatang menyusui, 194 binatang melata, 52 jenis ampibi serta 3500 jenis species tumbuh-tumbuhan serta yang paling menarik adalah bunga raflesia yang terbesar di dunia. 
Keindahan dan potensi alam yang ada di Kabupaten Langkat ini sudah dikenal di dalam maupun luar negeri. Pengembangan objek wisata sekitarnya yang sangat potensial akan mendorong pengembangan daerah sekitarnya menjadi suatu kawasan agrowisata yang baik.

4. KAWASAN PESISIR TIMUR
Wilayah pesisir timur Sumatera Utara yang memiliki panjang pantai 545 km berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Wilayah yang termasuk wilayah pesisir timur Sumatera Utara adalah Kabupaten langkat yang disebut wilayah up-land yaitu kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan dibawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut).
Luas wilayah pesisir Kabupaten Langkat meliputi 8 kecamatan yaitu: Kecamatan Stabat (90,64 km), Kecamatan Secanggan (248,73 km), Kecamatan Tanjung Pura (165,78 km), Kecamatan Gebang (16.299 km), Kecamatan Babalan (101,80 km), Kecamatan Brandan Barat (92 km), Kecamatan Besitang (710,48 km), serta Kecamatan Pangkalan Susu (271,31 km).
Potensi lestari (maximum sustainable yield) Pantai Timur Sumatera Utara (Selat Malaka) adalah 263.300 ton/tahun. Pada tahun 1999 produksi perikanan laut kawasan Pantai Timur Sumatera Utara mencapai 254.140,6 ton; berarti masih terdapat peluang sebesar 9.159,4 ton. Luasnya wilayah pesisir membuat kabupaten ini memiliki potensi perikanan yang tinggi sehingga perikanan laut merupakan salah satu sumber pendapatan bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi tersebut.
Sedangkan hutan mangrove membentang dari pantai utara Kabupaten Langkat ke daerah pantai selatan. Mangrove terluas terdapat di Kabupaten Langkat (35.000 Ha), tetapi sebagian besar berada dalam kondisi rusak.

Dari beberapa potensi di atas, perkebunan menjadi kegiatan ekonomi utama di kabupaten. Pada tahun 2001, perkebunan memberi kontribusi Rp 745,6 miliar dari total kegiatan ekonomi tanpa migas Rp 3,8 triliun. Tempat kedua adalah pertanian tanaman pangan sebesar Rp 646,2 miliar. Setelah itu perikanan senilai Rp 482,8 miliar. Pada tahun 2001 ini terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,25 persen, sementara tahun 2000 hanya 1,54 persen.

D. USAHA UNGGULAN KABUPATEN LANGKAT
• PENGOLAHAN MINYAK GORENG DAN OLEOKIMIA 
Pengolahan minyak goreng dan oleokimia dipilih sebagai bidang usaha yang layak dikembangkan karena di wilayah kabupaten Langkat terdapat banyak kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan hasil akhir berupa Crude Palm Oil (CPO).

• INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH BUAHAN 
Banyaknya produksi buah, terutama jeruk dan rambutan, yang bersifat musiman memerlukan suatu penanganan hasil yang tepat, sekaligus bermanfaat bagi petani dan atau produsen buah. Pabrik pengolahan dalam bentuk terpadu, artinya pabrik tersebut mampu mengolah buah berbagai jenis dengan berbagai bentuk produk akan sangat tepat bagi pengembangan ekonomi daerah.

• PENGUSAHAAN IKAN KERAPU 
Ikan kerapu harus dibudidayakan dengan syarat tertentu, terutama kedalaman dan keadaan airnya. Artinya tidak setiap daerah sesuai untuk budidaya ikan kerapu. Pangsa pasar ikan kerapu memiliki segmen pasar tersendiri, terutama ekspor. Pengembangan ikan kerapu akan menambah tingkat kesejahteraan bagi nelayan ikan kerapu dan keluarganya.

• PENGUSAHAAN TAMBAK UDANG WINDU 
Tambak udang merupakan suatu usaha yang memiliki keunikan tersendiri, sehingga memerlukan suatu sentuhan dan manajemen khusus. Modal yang besar dengan resiko yang juga besar sangat sebanding dengan nilai ekonomi yang dapat dihasilkan. Pengembangan udang windu jenis tiger merupakan suatu pilihan yang tepat bagi daerah pesisir Langkat.

• TAMBAK UDANG
Tambak udang merupakan lahan yang cukup menjanjikan sebagai sumber penghasilan. Lokasi tambak udang berada di Kecamatan Secanggang, Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Pangkalan Susu, dan Besitang. Total luas tambak udang di kabupaten Langkat menurut versi langkat Dalam Angka Tahun 2003 adalah 3.605,4 Ha. Tambak udang hampir seluruh Kecamatan di wilayah Pantai Timur Langkat dengan potensi lahan ± 7000 Ha. Industri pengolahan produk perikanan yang ada baru berupa industri kecil udang beku.

• PETERNAKAN
Budidaya peternakan telah banyak dilakukan oleh masyarakat di kabupaten Langkat. Hal ini dibuktikan dengan besarnya populasi ternak dikabupaten ini. Jumlah populasi kambing pada tahun 2003 adalah 62.896 ekor, domba 46.579 ekor, sapi 48.320 ekor, kerbau 8.135 ekor. Populasi ayam petelur 1.570.812 ekor, ayam pedaging 4.499.100 ekor, ayam kampung 574.796 ekor.

• INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN 
Daerah Kabupaten Langkat adalah satu-satunya di Sumatera Utara yang mempunyai tambang minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina dan berada di kota Pangkalan Brandan. Kilang gas alam telah beroperasi sejak tahun 1965, memproduksi gas elpiji (bahan bakar memasak pada kompor gas) sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak lainnya. Hasil dari sumur migas ini cukup memberi tambahan kas penerimaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Langkat.
Selain itu, banyak bahan-bahan tambang yang belum dikelola seperti Coal, Tras, Gamping Stone, Pasir Kwarsa.
Disamping pertambangan minyak di Kabupaten Langkat juga terdapat pabrik pengolahan tebu dengan produk akhir gula pasir yang diproduksi oleh Pabrik Gula Kwala Madu milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX. Keterbatasan pabrik pengolahan memang membuat komoditas perkebunan dan pertanian Langkat kurang memiliki nilai tambah.

DAFTAR PUSTAKA

www.langkatkab.go.id

http://www.pu.go.id/publik/ind/produk/info_statistik/infosta/air/geo.asp?kdprop=12&kdkab=13&kdkec=010&tx=cr 

http://regionalinvestment.com/sipid/id/geografislj.php?ia=1213

INTERAKSI WILAYAH DESA-KOTA

  Desa
Desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomis, politis dan kulturil yang terdapat di situ dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya.
Unsur-unsur Desa :
 Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak produktif beserta penggunaannya, termasuk unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat.
 Penduduk, dalam hal jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
 Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.

  Kota
Menurut Bintarto, kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan srata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.
Unsur-unsur Kota :
 Ruang, termasuk tanah dan lingkungan yang diatur dan digunakan untuk mendirikan gedung dan bangunan.
 Pengatur kota, baik pengatur administratif maupun pengatur tata kota.
 Warga kota yang mengisi segala kesibukan kota.

  Pengertian Interaksi
Interaksi adalah kontak atau hubungan yang terjadi antara dua wilayah atau lebih (perkotaan dengan pedesaan) beserta hasil hubungannya.
Interaksi antara desa dan kota terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, kota dan diantara desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa-kota, integrasi atau pengaruh kota terhaap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu interaksi desa-kota.
Dengan adanya kemajuan di bidang perhubungan dan lalu lintas antar-daerah, maka sifat isolasi desa berangsur-angsur berkurang. Desa-desa yang dekat dengan kota telah banyak mendapat pengaruh kota sehingga persentase penduduk desa yang bertani berkurang dan beralih dengan pekerjaan nonagraris. Daerah-daerah pedesaan di perbatasan kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut “rur-ban areas” singkatan dari rural-urban areas.
Dengan perkembangan di bidang prasarana dan sarana transportasi ada kemungkinan gejala urbanisasi. Dalam hal ini, perpindahan penduduk desa ke kota dapat berkurang dan mereka cukup dapat melakukan tugasnya di kota dengan memanfaatkan angkutan umum dan selanjutnya menjadi penglaju.
Perkembangan ini juga mempengaruhi bidang-bidang lain, seperti pendidikan dan perdagangan.
Gedung-gedung sekolah dapat didirikan juga di desa-desa yang letaknya jauh dari kota dan para pengajarnya dapat datang bertugas dari kota kecamatan dan kota kabupaten.
Perdagangan antardesa-kota yang berupa barang-barang hasil kerajinan tangan dan terutama hasil pertanian dapat terlaksana dengan lancar sehingga para konsumen di kota masih bisa membeli sayur-mayur dan buah-buahan yang masih segar. Pasar-pasar kecil juga bermunculan di tempat-tempat tertentu di tepian kota.
Daerah-daerah rurban ini makin lama berkembang sebagai desa dagang. Hasil-hasil bumi dari desa dan hasil industri dari kota diperdagangkan di daerah rurban ini. Bertambahnya penduduk dan jaringan lalu lintas di daerah ini akan mempercepat terjadinya suatu kota kecil yang baru.

  Zone Interaksi
Zone-zone kota-desa yang dapat menimbulkan berbagai wujud interaksi desa-kota :
1. City diidentikkan dengan kota
2. Suburban adalah suatu area yang lokasinya dekat pada pusat kota dengan luas yang mencakup daerah penglaju (subdaerah perkotaan).
3. Suburban fringe adalah suatu area yang melingkari suburban dan merupakan daerah peralihan antara kota dan desa (jalur tepi subdaerah perkotaan).
4. Urban fringe adalah semua daerah batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota kecuali inti kota (jalur tepi daerah perkotaan aling luar).
5. Rural-urban fringe adalah jalur daerah yang terletak antara kota dan desa yang ditandai dengan penggunaan tanah campuran (jalur batas desa-kota).
Zone suburban, suburban fringe, urban fringe dan rural urban fringe yaitu daerah-daerah yang memiliki suasana kehidupan modern yang dapat disebut daerah perkotaan.

 


 i











Skema Zone Kota-Desa
Keterangan :
1. City = kota
2. Suburban = subdaerah perkotaan
3. Suburban fringe = jalur tepi subdaerah perkotaan
4. Urban fringe = jalur tepi daerah perkotaan paling luar
5. Rural urban fringe = jalur batas desa kota
6. Rural = pedesaan.

  Interaksi Desa-Kota
Interaksi desa-kota adalah proses hubungan yang bersifat timbal balik antar unsur-unsur yang ada di kota dan di desa dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, berita yang didengar atau surat kabar sehingga melahirkan sebuah gejala baru, baik berupa fisik maupun non fisik. 

























Wujud interaksi desa-kota :
 Pegerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan hasi pertanian, produk industri dan barang tambang.
 Pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa
 Pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas penduduk baik yang sifatnya sirkulasi maupun komutasi.
Interaksi antara desa - kota melahirkan suatu perkembangan baru bagi desa maupun bagi kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan adanya persamaan kepentingan.
Contoh interaksi Desa-Kota :
Misalnya interaksi antara kota Surabaya dengan Bumi Aji di Malang. Bumi Aji merupakan daerah pemasok buah-buahan dan sayur-sayuran segar ke Surabaya. Sedangkan Surabaya sebagai tempat pemasarannya. Petani Bumi aji yang memasok hasil produksinya ke Surabaya akan mendapatkan uang dan pihak Surabaya sendiri kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi. Selain itu, Bumi Aji juga dapat membeli produk hasil industri dari pabrik-pabrik yang ada di Surabaya. Sehingga hal ini menimbulkan interaksi yang saling menguntungkan.

 
  - tempat pemasaran - daerah pemasok buah dan sayur
  - penghasil produk industri  

Menurut Edward Ulman ada 3 faktor penyebab interaksi antarwilayah, yaitu :
1. Region Complementary (wilayah yang saling melengkapi)
Wilayah yang memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan sumber daya kota dan desa menyebabkan timbulnya interaksi. Jadi ada kebutuhan saling melengkapi atau komplementaritas. Ini didorong oleh permintaan dan penawaran. Perancis berdagang anggur dengan Belanda karena Belanda merupakan konsumennya. Relasi komplementaritas hanya terjadi jika tawaran bermanfaat bagi pihak yang minta. Manfaatnya ditentukan oleh banyak hal seperti : budaya, pengetahuan, teknik, kondisi kehidupan dan sebagainya. Semakin besar komplementaritas, semakin besar arus komoditas.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Perkotaan :
 Terpenuhinya sumber daya alam sebagai bahan mentah/bahan baku industri.
 Terpenuhinya kebutuhan pokok yang dihasilkan pedesaan.
 Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan bagi perkotaan.
 Tersedianya tempat pemasaran hasil industri.
Manfaat Interaksi Desa-Kota bagi Pedesaan :
 Terpenuhinya barang-barang yang tidak ada di desa
 Masuknya pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari kota ke pedesaan.
 Membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian.

2. Intervening Opportunity (kesempatan untuk berintervensi)
Adalah adanya kesempatan untuk timbulnya interaksi antarwilayah dan dapat memenuhi kebutuhan sumber daya wilayah tersebut. Jadi, semakin besar intervening opportunity, semakin kecil arus komoditas.

3. Spatial Transfer Ability (kemudahan pemindahan dalam ruang)
Kemudahan pemindahan dalam ruang baik berupa barang, jasa, manusia maupun informasi. Proses pemindahan dari kota ke desa atau sebaliknya dipengaruhi antara lain :
 Jarak mutlak maupun jarak relatif antarwilayah
 Biaya transportasi dari satu tempat ke tempat yang lain
 Kelancaran transportasi antarwilayah
Jadi, semakin mudah transfer abilitas, semakin besar arus komoditas.

Kedudukan Desa dalam Interaksi :
 Desa berfungsi sebagai hinterland atau daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberi bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela disamping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.
 Dari sudut ekonomi, sebagai lumbung bahan mentah
 Pensupplai tenaga kerja
 Dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan dan sebagainya.

  Dampak Adanya Interaksi Desa-Kota :
  Interaksi antara desa dan kota dapat menimbulkan pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap desa dan kota termasuk penghuninya.

a. Dampak positif :
 Tingkat pengetahuan penduduk desa bertambah karena lebih banyak sekolah di pedesaan. Demikian pengetahuan tentang pemilihan bibit unggul, pemeliharaan keawetan atau kelestarian kesuburan tanah menjadi lebih diperhatikan. Pengetahuan mengenai usaha-usaha lain di bidang yang nonagraris menjadi lebih terbuka.
 Mengurangi ketertinggalan dan ketimpangan.
 Terbukanya wilayah desa karena transportasi yang baik sehingga hubungan sosial-ekonomi warga desa dan kota semakin baik.
 Masuknya para ahli di berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan banyak bermanfaat bagi desa dalam melestarikan lingkungan pedesaan khususnya pencegahan erosi dan pencarian sumber air bersih dan di bidang pengairan.
 Teknologi masuk desa menyebabkan deversifikasi produk, misalnya teknologi tepat guna di bidang pertanian dan peternakan meningkatkan produksi desa, sehingga penghasilan penduduk desa dapat bertambah.
 Campur tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah meningkatkan kualitas dan kuantitas di bidang wiraswasta seperti kerajinan tangan, industri rumah tangga, peternak unggas dan sapi.
 Pengetahuan tentang masalah kependudukan lebih merata di pedesaan. Ini penting karena desa dikenal dengan keluarga yang besar dan ini harus di cegah. Pengetahuan dan kesadaran mempunyai keluarga kecil telah mulai diresapi di banyak daerah pedesaan.
 Berkembangnya koperasi dan organisasi sosial di pedesaan telah menunjukkan bukti juga adanya pengaruh positif di daerah pedesaan.

b. Dampak negatif :
 Penetrasi kebudayaan kota ke desa yang tidak sesuai dengan kebu-dayaan atau tradisi desa mengganggu tata pergaulan atau seni budaya desa. Misalnya pengaruh dari “fashion-show”, atau berbagai kontes kecantikan telah ditiru oleh para wanita di beberapa daerah pedesaan.
 Pengaruh televisi mempunyai segi negatif, misalnya pengaruh dari film-film barat yang berbau kejahatan dapat meningkatkan kriminalitas di pedesaan.
 Terbukanya kesempatan kerja dan daya tarik kota di berbagai bidang telah banyak menyerap pemuda desa sehingga desa mengalami pengurangan tenaga potensial di bidang pertanian karena yang tinggal di pedesaan hanya orang-orang tua yang semakin kurang produktif.
 Motivasi urbanisasi tinggi sehinga terjadi perluasan kota dan masuknya orang-orang kota ke daerah pedesaan yang telah banyak mengubah tata guna lahan di pedesaan, terutama di tepian kota yang berbatasan dengan kota. Banyak daerah hijau telah menjadi daerah pemukiman atau bangunan lainnya.
 Munculnya slum area dan squatter area.

DAFTAR PUSTAKA
Bintarto, R. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia. 
Bintarto, R. 1977. Pengantar Geografi Kota. Yogyakarta : U.P.Spring.
Bintarto, R. 1977. Suatu Pengantar Geografi Desa. Yogyakarta : U.P.Spring.
Daldjoeni, N. 1998. Geografi Kota dan Desa. Bandung : P.T. Alumni.

GEOLOGI PULAU JAWA

PULAU JAWA
Pada awal Paleogen Sumatera, Kalimantan dan Jawa masih merupakan satu daratan dengan Benua Asia yang disebut tanah Sunda. Pada Eosen pulau Jawa yang semula berupa daratan, bagian utaranya tergenang oleh air laut dan membentuk cekungan geosinklin. Sedangkan bagian selatan pulau Jawa terangkat dan membentuk geantiklin yang disebut geantiklin Jawa Tenggara.
Pada kala Oligosen hampir seluruh pulau jawa terangkat menjadi geantiklin yang disebut geantiklin Jawa. Pada saat ini muncul beberapa gunung api di bagian selatan pulau ini.
Pulau Jawa yang semula merupakan geantiklin berangsur-angsur mengalami penurunan lagi sehingga pada Miosen bawah terjadi genang laut. Gunung api yang bermunculan di bagian selatan membentuk pulau-pulau gunung api. Pada pulau-pulau tersebut terdapat endapan breksi vulkanik dan endapan-endapan laut. Semakin jauh dari pantai terbentuk endapan gamping koral dan gamping foraminifera.
Pada Miosen tengah di sepanjang selatan pulau Jawa pembentukan gamping koral terus berkembang diselingi batuan vulkanik. Kemudian pada Miosen atas terjadi pengangkatan pada seluruh lengkung Sunda-Bali dan bagian selatan Jawa. Keberadaan pegunungan selatan Jawa ini tetap bertahan sampai sekarang dengan batuan penyusun yang didominasi oleh batuan kapur yang dibeberapa tempat diselingi oleh munculnya vulcanic neck atau bentuk intrusi yang lain.
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, pelipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W) disebut pola Jawa.
Pola Meratus di bagian barat dapat dilihat pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah ditunjukkan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan ditunjukkan pada bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terlihat. Pola-pola ini antara lain pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.
Pola Jawa di bagian barat diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beri-bis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.

Akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.


Secara lebih terperinci, Dobby membagi Jawa dan Madura atas dasar bentuk permukaan buminya menjadi :
1. Pantai selatan yang merupakan dataran dari kapur
2. Daerah perbukitan di bagian tengah
3. Jalur gunung api yang menjadi sumbu Pulau Jawa
4. Jalur alluvial (endapan) yang memanjang dari Banten menuju Lembah Lusi-Solo sampai Selat Madura.
5. Pantai utara yang merupakan dataran dari kapur.

  Pantai Selatan
Dinding-dinding pantai selatan Jawa sangat curam. Karena ketika bagian selatan pulau Jawa terangkat pada Oligosen, gelombang laut selatan Jawa yang besar akan menghantam dinding pantai sehingga menjadi terjal. Gelombang pantai yang besar ini dikarenakan angin yang berhembus berasal dari laut lepas (Samudera Hindia).
Contohnya pada pantai Popoh di Tulung Agung. Pantai ini berhadapan langsung dengan laut lepas dan dinding pantainya sangat terjal. Pada pantai ini terdapat singkapan yang sangat bagus yaitu diantara lapisan batuan kapur tersisip suatu lapisan yang terdiri dari batuan pasir. Batuan ini merupakan hasil aktivitas vulkanik yang ada pada saat koral dan foraminifera mulai tumbuh pada Miosen bawah. Singkapan yang ada dibentuk oleh hantaman gelombang (abrasi) dari Samudera Hindia.
  Daerah Perbukitan
Barisan perbukitan dan jalur lembah-lembah adalah bentang alam tua yang sudah sangat terkikis. Di antara perbukitan itu terdapat suatu alur yang dibeberapa tempat merupakan cekungan, misalnya Bandung dan Garut. Sedangkan mengarah ke timur semakin melebar dan mulai terbuka serta melandai sampai sebagian tenggelam di Selat Madura. Ketinggian endapan di daerah ini menurut Dobby sampai mencapai kira-kira 1200 m, dan membentuk bagian dari susunan dataran tinggi di Pulau Jawa. Di bagian selatan barisan perbukitan ini ada yang mencapai pantai sebagai tebing pantai yang curam. Hanya dibeberapa tempat dikatakan bahwa tanah tinggi itu mundur dari pantai, misalnya di dataran rendah Banyumas. 
  Jalur Gunung Api
Sumbu jalur rangkaian gunung api terletak di pedalaman. Sebagai perkecualian adalah Gunung Karang di Banten dan Gunung Muria di dekat Jepara. Kedua gunung api tersebut terletak di luar jalur umum. Di Jawa Barat rangkaian gunung api merupakan lengkungan melingkupi cekungan Bandung dan cekungan Garut, yang pada masa dahulu pernah tergenang menjadi danau. Keadaan yang mirip terdapat di Jawa Timur. Di sini pun gunung-gunung api membentuk kumpulan yang bersambung. Gunung-gunung api di Jawa Tengah agak berbeda dengan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah, gunung-gunung api hanya mengelompok dalam dua atau tiga saja, dipisahkan oleh dataran tinggi endapan.
Kebanyakan gunung api tersebar pada jalur tengah. Bahan-bahan ejektanya menyebar ke berbagai tempat. Menurut Dobby, hanya gunung api di Banten Selatan yang mengeluarkan lava asam. Karena itu kesuburan daerah ini agak rendah bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa Barat.


  •   Jalur Alluvial Utara
    Endapan ini terbentuk oleh sungai yang membawa bahan ejekta gunung api. Karena itu, dataran ini umumnya cukup subur. Jalur endapan ini menurut Dobby terbagi atas dua bagian : (1) bagian yang sebelah dalam, yang lebih dekat ke pegunungan, dibatasi oleh teras-teras yang hampir sejajar dengan garis pantai; (2) bagian luar merupakan dataran yang tingginya <>

            Pantai Kapur Utara

            Pantai utara Jawa merupakan daerah yang relatif tandus karena di sana terdapat alur          pegunungan kapur utara. Pantai kapur ini terutama terdapat di daerah Rembang dan        Madura. Di pantai Rembang-Bojonegoro dataran endapannya sempit dan pantainya mempunyai tebing agak curam, dibeberapa daerah melebihi 30 m. Di Madura tepian kapur ini tidak merata.

  • Physiographic Zones of Java and Madura menurut Van Bemmelen (1949- 1970) : 

  • Legends of The Physiographic Zones : 1. Quaternary Volcanoes 2. Alluvial Plains of Northern Java 3. Rembang Madura Anticlinorium 4. Bogor, North Serayu, and Kendeng Anticlinorium 5. Domes and Ridges in the Central Depression Zone 6. Central Depression Zone of Java and Randublatung Zone 7. Southern Mountains • JAWA BARAT A. BANTEN 1. Dataran yang rendah di bagian utara   Muncul vulkan (gunung Gede) di barat laut dengan pelabuhan Merak di kaki vulkan di bagian barat dan komplek danau dengan puncak Gunung Karang dan Gunung Pulasari.  Gunung api (vulkan) tersebut merupakan kelanjutan (sambungan) dari volkan di selat Sunda (Krakatau, Sebesi, Sebuku, Sangiang) dan Gunung Betung, Ratai, Rajabasa di Sumatera (Lampung).  Dataran tersebut tertutup oleh tuff dan batu apung yang merupakan produk dari letusan vulkan di selat sunda selama kala pliopleistosin.
  • 2. Semenanjung Ujung Kulon dan Honje Ridge di tenggara Banten  Keduanya terpisah dari Jawa oleh laut pada pleistosin dan merupakan bagian ujung bagian selatan bukit barisan.  Ujung Kulon berhubungan dengan teluk Semangko namun saat ini telah mengalami penurunan di bagian tengah sampai 1000 m di bawah laut dan terpisah karena kenaikan permukaan air pada pleistosin.  Honje Ridge merupakan bentuk uplift dan bagian dari transisi geosinklinal sumatera bagian timur dan Jawa bagian utara. 3. Dataran rendah di timur laut Banten, utara Bajah dome, dan timur komplek danau. Yaitu berupa lapisan tersier muda yang terlipat, tuff kuarter dan timbunan/endapan alluvial. B. DATARAN BATAVIA  Berukuran lebar ± 40 km yang meluas dari Serang, Rangkas Bitung sampai Cirebon. Mengandung dalam jumlah besar endapan alluvial sungai dan lahar dari gunung api di bagian tengah.  Pada bagian tertentu terdapat sedimen marine tertier yang terlipat.  Pada bagian selatan berhubungan dengan komplek perbukitan yang membujur dari Jasinga (berbatasan dengan Banten) sampai sungai Pemali dan Bumiayu (Jawa Tengah). C. ZONE BOGOR  Pada bagian barat merupakan lapisan neogen yang terlipat kuat dengan beberapa hypabysal volcanic, stock yang muncul pada komplek sangga buana di bagian barat Purwakarta.  Bagian barat tersebut meluas ke timur yang dimahkotai oleh vulkan muda seperti Bukit Tunggul, Tampomas dan Ceremai.  Sabuk memanjang dari depresi antarpegunungan berupa lapisan tersier yang mempunyai lebar 20 km-40 km.  Membentang dari teluk pelabuhan Ratu, lembah Cimandiri (Sukabumi), dataran bagian atas Cianjur, Garut, lembah Citandui (Tasikmalaya) di bagian barat dan berakhir di segara anakan pada pantai selatan Jawa. D. ZONE BANDUNG  Merupakan suatu depresi dan secara struktural merupakan bagian puncak dari geantiklin Jawa yang mengalami patahan ke bawah setelah atau selama akhir tersier.  Batas antara zone Bandung dengan zone Bogor ditutup oleh gunung api kuarter (muda), yaitu Gunung Kendeng, Gagak, Salak, Gede, Pangrango, Komplek Sunda, Burangrang, Tangkuban Perahu, Bukit Tunggl, Calancang, Cakrabuana.  Batas antara zone Bandung dengan zone selatan (pegunungan) ditandai oleh seri gunung api Kendeng, Patuha, Tilu, Malabar, Papandayan, Cikurai.  Zone Bandung diisi sebagian oleh vulkan muda dan endapan alluvial tetapi pada bagian atas kadang-kadang diintrusi jajaran batuan tersier dan bukit-bukit.  Di bagian selatan berupa tanah rendah Citandui (Marsh), di bagian barat dekat Banjar berupa Swamp (lakbok) besar, dan jajaran pegunungan yang meluas dari Wonorejo ke arah tenggara sampai maos pada sungai Serayu. Jajaran pegunungan ini mengandung lapisan neogen bawah dan batuan volkanik. E. PEGUNUNGAN SELATAN  Dibentuk oleh lahan pegunungan Priangan Selatan, unit tersebut membujur teluk pelabuhan Ratu sampai pulau Nusa Kambangan.  Merupakan geantiklin Jawa bagian selatan dan merupakan blok-blok patahan yang bergeser ke arah selatan.  Dibedakan menjadi 3 bagian : 1. Di bagian barat (Jampang)  Merupakan permukaan erosional yang muncul secara gradual dari lautan India sampai ketinggian 1000 m berupa breksi andesit yang terbentuk pada meosin atas, sekarang berupa volcanic neck.  Plato, dan puncak tertinggi pada plato tersebut adalah Gunung Malang (1300 m) yang merupakan sisa dari intrusi andesit zaman meosin berupa volcanic neck yang resisten. Plato tersebut selanjutnya patah ke bawah dan terbentuk patahan atau flexure sampai ke zone Bandung. 2. Bagian Tengah/Seksi Pangalengan  Merupakan daerah yang tinggi yang dimahkotai oleh beberapa vulkan (Gunung Kencana 2.182 m) dan selanjutnya patah ke bawah dengan membentuk patahan atau flexure ke zone Bandung.  Zone Transisi antara bagian tengah ini dengan zone Bandung (ada fault) ditandai oleh seri vulkan kuarter yang berhubungan dengan zone Bandung. 3. Bagian Timur (Seksi Karangnunggal)  Merupakan plato yang mempunyai ketinggian rendah (350-400 m) di atas permukaan laut.  Di sebelah selatan terdapat igir yang lebih tinggi yang merupakan sisa erosi permukaan.  Plato Karangnunggal terdiri dari batuan kapur berumur meosin yang mengalami sedikit pelipatan. Terdapat topografi karst dengan banyak kubah dan banyak sungai dengan lembah yang sempit.  Zone plato ini miring ke arah selatan dan bertambah sempit dan berakhir pada taji (spur) dekat lembah yang tenggelam yang memisahkannya dari Nusa Kambangan. Secara geomorfologis Jawa Barat terbagi menjadi : 1. Zone Selatan : Plato Jampang, Plato Bongga dan Plato Karangnunggal. 2. Zone Tengah (berupa depresi) : Dataran Tasikmalaya, Dataran Garut, Komplek pegunungan di barat Garut, Lipatan Rajamandala, Dataran Bandung, Dataran Cianjur-Sukabumi, Komplek Gunung Gede-Pangrango dan Sekton Banten. 3. Zone Utara Daerah Lipatan, Endapan Kipas, Jalur Peneplain, gunung Ceremai dan se-kitarnya, Komplek Tangkuban Perahu, Komplek pegunungan di Banten.   • JAWA TENGAH Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa, garis pantai utara dan selatan wilayah ini lebih sempit masuk dibanding garis pantai utara dan selatan Jawa Barat dan Jawa Timur. Lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 – 120 km. Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat. Jawa Tengah dibagi menjadi beberapa wilayah menurut bentang fisiografisnya, yaitu: 1. Dataran Pantai Bagian Utara  Mempunyai lebar maksimum 40 km di selatan Brebes dan di lembah Remali yang memisahkan Bogor Range dari pegunungan bagian utara Jawa tengah dan sedikit ke timur dengan lebar ± 20 km di selatan Tegal dan Pekalongan.  Antara Wereli dan Kaliwungu merupakan alluvial yang dibentuk oleh delta dari sungai Bodri.  Secara umum dataran pantai bagian utara Jawa Tengah merupakan endapan alluvial yang terbawa sungai yang bermuara di Laut Jawa. 2. North Serayu Range  Mempunyai lebar antara 30-50 km.  Pada bagian barat berupa volkan (G. Slamet) dan bagian timur ditutup oleh produk gunung api muda seperti Rogojembangan, komplek Dieng (G. Perahu dsb), G. Ungaran.  Garis batas dengan zone Bogor (Jawa Barat) merupakan garis lurus Prupuk-Bumiayu-Ajibarang. Dan berhubungan dengan Kendeng Ridge di Jawa Timur.  Antara bagian utara dan selatan Serayu Range terdapat depresi memanjang yang dinamakan zone Serayu yang sekarang adalah tempat-tempat di Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, Wonosobo.   Antara Purwokerto dan Banjarnegara dengan lebar ± 15 km.   Sebelah timur Wonosobo merupakan batasnya, berupa depresi yang sebagian diisi oleh gunung api muda Sindoro dan Sumbing, yang secara geografis merupakan dataran antarpegunungan Temanggung-Magelang. 3. South Serayu Range  Terbagi menjadi bagian barat dan timur.  Pada bagian barat merupakan elemen strukturak baru yang menyambung dengan Jawa Barat. Dengan Bogor Ringe (Zone Bogor) dipisahkan oleh dataran Majenang dan bagian atas yang lurus dari sungai pasir dan Cihaur.  Pada bagian timur merupakan Lembah Jatilawang yang dimulai dari dekat Ajibarang (merupakan antiklinorium yang sempit), yang selanjutnya terpotong oleh sungai Serayu.  Bagian barat Banyumas berupa antiklin, berkembang sebagai antiklinorium dengan lebar 30 km di Lukulo, Midangan (selatan Banjarnegara).  Pada ujung timur dibentuk oleh Dome Independen dari pegunungan Progo Barat, antara Purworejo dan sungai Progo. 4. Dataran Pantai Selatan Jawa Tengah  Lebar ± ±10-25 km.  Bentuk pantai bagian selatan ini kontras dengan bentuk pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur, lapisannya <10>

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More